Senin, 15 Agustus 2011

Amar Pradopo Zedha Beviantyo Dalang Bocah Multi Talenta

Lahir di Sukoharjo, 9 Maret 2000 putra Bapak KRH.IR. H. Warseno,M.Si dan Ibu Asih Purwaningtyas., Saat ini kelas 5 SD Al-Firdaus Solo. Prestasi mendalang yang pernah diraih antara lain ; sabet terbaik dalang bocah tingkat Kota Surakarta 2006, duet dua dalang 10 Tahun Yayasan Al- Firdaus Solo 2007, Temu Dalang cilik se-Jawa DKI dan DIY 2007 di Taman Budaya Jawa Tengah Surakarta. Temu Dalang cilik Nusantara III 2009 di TBJ Solo. Amar sejak umur 2 tahun sudah mulai gemar wayang. Pada usia 4 tahun belajar di Snggar Sarotomo dan juga Sanggar sawojajar. Bukan hanya belajar dalang tetpi Amar juga belajar menari di Sanggar Suryo Sumirat Kraton Mangku negaran asuhan Jonet. Selain piawai dalang dan menari Amar juga mahir ulah karawitan, salah satu kepiawaianya adalah memainkan gendang sunda berguru pada Dosen karawitan Sunda ISI Solo Bapak Rasita serta belajar kendang jawa kepada Srimulyo Dosen ISI Yogyakarta. Kreatifitas olah garapan gending Ia berguru kepada komponis besar Dedek Wahyudi. Amar sudah mempunyai jam terbang pentas yang cukup. Berdasarkan penuturan ayahnua Kin Warseno Slenk Amar sudah pentas 25 sekitar kali mucuki ayahnya pada acara bersih desa dan pentas lainnya dengan pakeliran padat.
Gaya sajian pakeliran Amar meniru dalang Kondang ki Entus Susmono dari Tegal. Menggapi hal ini Ki Warsen ayahnya mengatakan, terserah saja Amar mau meniru siapa yang dia suka, sebagai orangtua tinggal mendorong saja. Cita-cita Amar menjadi dalang kondang seperti Bapaknya, untuk itu Amar bercita –cita kelak diperguruan tinggi bisa masuk ISI Surakarta. Amar selain main wayang kulit purwa juga piawai main wayang golek Sunda dengan bahasa jawa. Kepiawaian yang lain Amar juga paham akan wanda-wnda wayang, mahir menggambar wayang, hal itu dia buktikan dengan gunungan Masjid dan Permadi rapekan hasil corekannya sendiri.

Amar pada Festival Dalang Bocah ini menampilkan lakon Kangsa Aadu Jago. Cerita ini merupakan awal dari pendadaran darah Manduro keturunan Prabu Basudewa. Kemelut negara Mandura tak kunjung reda dikarenakan tingkah anak Raja Mandura Kangsadewa yang berambisi mengantikan tahta ayah tirinya kerajaan Mandura. Putra Basudewa Kakrasana, Naraya dan Lara Ireng diungsikan ke Widara Kandang.Namun usaha tersebut diketahui oleh Kangsa. Untukmembunuh putra mahkota Mandura Kangsa mengadakan adu jago antara Mandura dan Sengkapura. Atas keteguhan hati putra mahkota bertiga Kangsa bisa dikalahkan, dan negara Mandura terbebas dari ancaman kudeta.

Untuk menunjang dalangnya Amar juga rajin mengunakan internet untuk belajar berbagai ilmu tentang wayang. Jejaring social seperti facebook juga ia gunakan untuk bersosialisasi dan melengkapi sarana belajarnya disamping perpustakaan kecil yang berisikan buku-buku pedalangan. Amar hidupnya sepenuhnya diwarnai dengan berbagai hal yang berkaitan dengan wayang. Ia setiap pulang sekolah dan sebelum tidur pasti belajar meningkatkan ketrampilannya memegang wayang.

Menurut Mujiono guru Dalangnya di Sanggar Sarotomo, Amar di ibaratkan bakalan rangka keris kayu cendana. “Amar kuwi bakalane kayu cendono, mung kari piye anggone ngukir lan moles. (Amar bahanya seperti kayu cendana tinggal bagaimana mengukir dan memolesnya). Kemauan dan kemampuannya luar biasa, hanya saja harus terus diarahkan dan diawasi agar tetap pada jalur yang benar.

Sementara itu ayahnya Ki Warseno Slank melihat potensi dalang bocah yang aada sekarang ini optimis jika wayang akan tetap berkembang dan lestari. Hanya saja yang menjadi kekhawatirannya adalah generasi Sinden yang perlu segera dipikirkan. Dalang sekarang dan yang akan dating tentunya lebih baik dari generasi dalang tua. Karena dalang sekarang sudah berada di era teknologi baru sehingga memudahkan mereka belajar. Selain itu dukungan berbagai media akan mempercepat orbit dalang-dalang bocah dan dalang muda kedepan. Untuk mengenalkan wayang kepada generasi muda Warseno Slank mengungkapakan, sebaiknya dilakukan usaha sekuat tenaga melaui pengenalan sejak usia dini baikmelalui sekolah, workshop, dengan dukungan n=berbagai media baik cetak, elektronik dan media luar ruang lainnya. (BAS).

Rangkaian Acara Pembukaan FDBN 2011


Festival Dalang Bocah Nasional (FDBN) 2011 yang berlangsung pada 21-23 Juli 2011, resmi dibuka di Museum Bank Indonesia (BI). Festival ini merupakan kegiatan rutin tahunan yang diselenggarakan PEPADI Pusat dengan tujuan menjaga kelestarian budaya nasional di tengah terjangan arus budaya global. Pertunjukkan Tanjidor memulai rangkaian acara pembukaan FDBN 2011 ini. Tanjidor yang notabene merupakan salah satu bagian dari kesenian lokal tersebut tidak hanya menyedot perhatian peserta maupun undangan, pertunjukkan ini juga menyedot perhatian dari massa sekitar yang langsung memenuhi pelataran Museum BI. Pertunjukkan ini sekaligus mengondisikan audience berkumpul menantikan peresmian pembukaan FDBN 2011.
Kata sambutan dimulai oleh Ketua Umum PEPADI Pusat, Ekotjipto yang merasa berbahagia bisa kembali menggelar Festival Dalang Bocah tingkat Nasional untuk kali ketiganya. Setelah sempat terputus tahun 2010, ajang yang rencananya rutin digelar tiap tahun ini, kembali dilaksanakan pada tahun ini. Di sela pidato pembukaannya, Ekotjipto menyiratkan keinginan bisa menggelar perhelatan kebudayaan ini rutin setiap tahun guna menjaga proses regenerasi pedalangan maupun proses sosialisasi Wayang pada masyarakat luas. Beliau juga menegaskan yang perlu dikembangkan dari Wayang bukan cuma Dalang dan para Pengrawitnya saja. Akan tetapi harus dipikirkan juga tentang penontonnya. “Kalau cuma Dalang dan Pengrawit saja yang dipikirkan percuma juga karena nanti tidak ada yang nonton,” paparnya.
Guna mendorong antusiasme dan partisipasi publik lebih jauh, Ekotjipto menegaskan perlunya peran yang lebih aktif lagi dari Pemerintah. Ia menghimbau Pemerintah agar mau mengalokasikan sebagian dananya untuk siaran rutin di stasiun Televisi dan Radio agar masyarakat dapat dengan mudah menyaksikan Wayang. “Ini merupakan salah satu upaya supaya Wayang mendapatkan apresiasi dari masyarakat luas. Kalau tidak begitu, tidak akan mungkin bisa terpupuk kecintaan masyarakat terhadap Wayang,” tambahnya menegaskan. Tidak lupa beliau juga mengundang pada seluruh hadirin yang datang untuk mengikuti Festival ini dari awal sampai selesai, sekaligus mengingatkan akan adanya pementasan Wayang semalam suntuk pada acara penutupan 23 Juli nanti, yang rencananya akan digelar di Gedung Learning Center Heritage-Bank Indonesia. Pada akhir kata sambutannya, Ekotjipto mengucapkan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh audience yang menghadiri festival ini.
Senada dengan Ekotjipto, Deputi Bank Indonesia, Ardhayadi Mitroatmojo mewakili Gubernur BI, dalam sambutannya menyatakan dukungan terhadap upaya pelestarian budaya Wayang. “Melalui Wayang, semoga generasi muda dapat terbangun budi pekerti luhur,” ujarnya. Beliau juga menambahkan, “Semoga seni pedalangan tetap lestari di tengah modernitas situasi hari ini.” Ardhayadi juga menghimbau agar pelestarian budaya harus dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat luas. Oleh karena itu, BI berharap acara ini dapat berjalan lancar dan memberikan pengaruh pula pada masyarakat luas. BI menunjukkan dukungannya yang ditunjukkan dengan memfasilitasi acara, mulai dari tempat, fasilitas workshop, lomba foto, dan lain-lain. Menganai hal tersebut, Ardhayadi berujar jika semua itu tidak mungkin bisa berjalan dengan baik tanpa ada bantuan dari pihak-pihak lain, khususnya PEPADI Pusat yang menjadi partner utama terselenggaranya FDBN 2011 ini.
FDBN 2011 pun akhirnya resmi dibuka oleh Ardhayadi dan Ekotjipto yang didampingi juga oleh Solichin, Ketua Umum Sekeretariat Nasional Pewayangan Indonesia (SENAWANGI) yang ditandai dengan pemotongan tumpeng sebagai simbolisasi dibukanya FDBN 2011. Para hadirin pun menyambut pembukaan dengan tepuk tangan meriah. Rangkaian acara pembukaan FDBN 2011 ini ditutup oleh penampilan Yoga Magistra Utama yang membawakan Wayang Kancil dengan lakon ‘Prabu Singo Barong’. Yoga merupakan juara pertama dalam Festival Dalang Bocah Tingkat Nasional 2009 yang digelar di Gedung Pewayangan Kautaman, TMII.
thin

SAMBUTAN KETUA UMUM PEPADI PUSAT Pada Acara PEMBUKAAN FESTIVAL DALANG BOCAH TINGKAT NASIONAL 2011 DI MUSEUM BANK INDONESIA, KOTA, JAKARTA TANGGAL 21 JULI 2011

Assalamualaikum Wr. Wb.

Yth. Deputi Gubernur Bank Indonesia, Bapak Ardhayadi
Yth. Prof. DR. Dewi Fortuna Anwar, Deputi Seswapres Bidang Politik
Yang Mulia Duta Besar Negara Sahabat
Yth. Ketua Umum SENA WANGI sekaligus Chairman of APA Bapak Drs. H. Solichin
Yth. Pimpinan Perbankan Pemerintah dan Swasta
Yth. Ketua Dewan Kebijaksanaan SENA WANGI, Ibu Nani Soedarsono
Yth. Ketua Dewan Penasehat PEPADI Bapak Kodradi
Yth. Presiden UNIMA Bapak Samodra Sriwidjaya
Yth. Ketua PEPADI Provinsi dan Wilayah di DKI
Yth. Ketua PEPADI Provinsi yang lain
Yth. Para Pengasuh Sanggar-sanggar Pedalangan
Yang tercinta anak-anak ku para dalang bocah peserta
Hadirin / Hadirat Yth.

Pertama-tama kami panjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah mengizinkan acara pembukaan Festival Dalang Bocah 2011 dapat dilaksanakan.

Kami PEPADI Pusat sebagai penyelenggara bersama Museum Bank Indonesia menyampaikan banyak terima kasih atas kehadiran Bapak-bapak Ibu-ibu pada acara ini.

Dalam kesempatan ini kami ingin menyampaikan beberapa informasi sebagai berikut :

Festival Dalang Bocah yang kami selenggarakan ini adalah bertaraf nasional dan ini adalah Festival Dalang Bocah Tingkat Nasional ke-3. Yang pertama dilaksanakan tahun 2008 di Gedung Pewayangan Kautaman, Jakarta. Yang ke-2 tahun 2009 dilaksanakan ditempat yang sama di Gedung Pewayangan Kautaman, Jakarta. Namun peresmian pembukaannya dilaksanakan di Istana Wakil Presiden oleh Wakil Presiden Bapak Prof. DR. Boediono dan sejak saat itu peserta dengan nilai tertinggi berhak mendapatkan piala bergilir Wakil Presiden. Piala Wakil Presiden tersebut akan terus digilirkan secara berkesinambungan. Festival Dalang Bocah Tingkat Nasional 2011 ini mendapat dukungan penuh dari Bank Indonesia dan kami selenggarakan bekerjasama dengan Museum Bank Indonesia. Secara kebetulan hari tanggal 21 Juli 201 adalah hari Ulang Tahun Museum Bank Indonesia ke-2. Bagi kami kebersamaan tersebut adalah sebuah blessing in disguise karena sekaligus dapat merayakan HUT Museum Bank Indonesia. Festival Dalang Bocah tahun ini diikuti oleh 23 peserta dalang anak-anak umur 8 – 15 tahun yang berasal dari 10 Provinsi. Mereka adalah dalang anak yang merupakan unggulan dari Provinsi masing-masing. Festival Dalang Remaja Tingkat Nasional diselenggarakan setiap 3 tahun sekali dan Festival Dalang Remaja Tingkat Nasional berikutnya akan kami selenggarakan pada tanggal 20 – 22 Oktober 2011 mengiringi Kongres SENA WANGI yang ke-8. Festival Tingkat Nasional dilaksanakan berjenjang mulai dari festival di tingkat Kabupaten / Kota dan festival tingkat provinsi. Dengan demikian festival ini berdampak luas sampai ke Kabupaten / Kota. Festival Dalang adalah merupakan kompetisi diantara peserta, dimaksudkan untuk memberi motivasi dan menumbuhkan semangat kreatifitas diantara peserta yang terdiri dari anak-anak dan remaja. Kegiatan ini merupakan regenerasi seniman pedalangan dalam rangka pelestarian budaya seni wayang. Disatu sisi kami menangani regenerasi seniman pedalangan antara lain melalui festival seperti yang sudah kami laporkan; namun demikian ada sisi lain yang perlu penanganan lebih serius yaitu regenrasi pecinta wayang atau penonton wayang. Untuk menangani regenerasi pecinta wayang tidak bisa hanya dilakukan oleh PEPADI dan SENA WANGI tetapi hal ini akan merupakan ranah system pendidikan Indonesia. Menurut hemat kami pengetahuan dan penghayatan tentang budaya pewayangan harus melalui pendidikan formal dan non formal. Oleh karena itu dukungan Pemerintah sangat diharapkan agar pengenalan budaya seni wayang dapat masuk sistem pendidikan Indonesia.

Kecintaan anak-anak/remaja kepada seni pewayangan perlu juga dibangun lingkungan yang kondusif seperti siaran pertunjukan wayang di media TV / radio dan banyaknya pergelaran wayang.

Bapak / Ibu Yth.

Dalam kesempatan ini kami ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Bank Indonesia yang telah memberikan dukungan penuh dan memfasilitasi kegiatan Festival Dalang Bocah 2011 ini dengan menyediakan Museum Bank Indonesia sebagai tempat festival dan Gedung Learning Centre ex Dekranas untuk acara penutupan.

Kami sampaikan juga banyak terima kasih kepada para sponsor yang tidak dapat kami sebutkan namanya satu persatu semoga program-program pelestarian budaya wayang akan terus mendapat dukungan secara berkesinambungan.

Kepada Museum Bank Indonesia dan segenap jajaran pejabat dan staf, teman-teman yang tergabung dalam panitia PEPADI, SENA WANGI tidak lupa kami sampaikan ucapan terima kasih atas kerja kerasnya sehingga acara ini dapat berjalan dengan baik.

Demikian yang perlu kami sampaikan atas perhatian Bapak Ibu kami ucapkan banyak terima kasih, mohon maaf atas hal-hal yang yang kurang berkenan.

Wassalam,
Ekotjipto SH

SIARAN PERS FESTIVAL DALANG BOCAH TINGKAT NASIONAL 2011 “MENGGALANG GENERASI MUDA INDONESIA YANG CERDAS”

Festival Dalang Bocah merupakan salah satu kegiatan dari upaya pelestarian dan pengembangan seni pedalangan dan pewayangan. Festival Dalang Bocah 2011 ini bertaraf Nasional akan diselenggarakan pada tanggal 19 – 23 Juli 2011 diikuti oleh 23 peserta dalang anak-anak umur 8 – 15 tahun yang berasal dari 10 provinsi di Indonesia, mereka dididik dan belajar seni pedalangan di sanggar-sanggar pedalangan yang jumlahnya ratusan. Peserta festival tingkat nasional ini merupakan hasil seleksi dari daerah provinsi.

Festival Dalang Bocah Tingkat Nasional diselenggarakan oleh PEPADI Pusat setiap 1 tahun sekali yang melibatkan PEPADI Tingkat Provinsi dan Tingkat Kabupaten / Kota. Disamping Festival Dalang Bocah PEPADI Pusat juga menyelenggrakan Festival Dalang Remaja yang pelaksanaan 3 tahun sekali.

Ketua PEPADI Pusat Ekotjipto, mengatakan bahwa :

Kenapa wayang ?
Wayang disini pengertiannya bukan hanya wayang Jawa tetapi seluruh jenis wayang di Indonesia; dan jenis wayang yang tampil dalam Festival Dalang Bocah adalah Wayang Purwa Jawa, Wayang Golek Sunda, Wayang Bali, dan Wayang Sasak dari Lombok. Wayang adalah warisan budaya seni yang mempunyai nilai estetika tinggi, memiliki nilai tuntunan dan pendidikan. Ajaran perilaku yang baik yang terkandung dalam kearifan local dapat disosialisasikan melalui setiap pergelaran wayang. Sebuah kenyataan bahwa para Pemimpin bangsa ini baik yang sudah surut maupun yang ada saat ini, kebanyakan dari mereka memiliki karakter yang diinspirasi dari nonton wayang atau membaca cerita wayang. Termasuk presiden kita mulai dari Soekarno s/d Susilo Bambang Yudoyono, beliau adalah pecinta wayang.
Para pemimpin itu mempunyai karakter yang kuat, mereka bijak, tangguh, berani, dan memiliki visi jauh kedepan. Lalu bagaimana mereka bisa mencintai wayang sehingga menginspirasi dirinya tentang hal-hal positif dalam kepemimpinan dan kehidupan. Kecintaan seperti itu ditanamkan sejak masa anak-anak. Anak-anak yang menyukai wayang, bermain dengan wayang akan terisi otak kanannya dengan pelatihan emosi atau olah rasa. Disamping itu organ motoriknya juga akan terlatih. Bicara tentang kecerdasan manusia yang terbagi dalam kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual, maka kecerdasan emosi dan spiritual adanya diotak kanan.
Mari kita perhatikan generasi kita sekarang. Anak-anak dan remaja kita diusia dini sangat kurang diberi pelatihan untuk mengasah kecerdasan otak kanannya. Mereka kurang berkesempatan bermain, bekerjasama, sehingga kurang mengenal kebersamaan, kasih sayang, gotong royong, kejujuran, keberanian dan sebagainya. DIsaat usia dini kepada mereka terlalu dibebani dengan pelajaran yang bersifat eksakta, permainannya serba elektronik yang mereka tidak bisa berkreasi membikin sendiri. Ada yang menamakan mereka generasi mesin.
Disinilah manfaat wayang, merupakan media yang bisa mengasah kecerdasan emosional bahkan spiritual dari anak-anak.
PEPADI sangat meyakini peran penting wayang bagi pendidikan budipekerti dan karakter bangsa. Oleh karena itu PEPADI sangat mengharapkan perhatian Pemerintah dan DPR RI kiranya hal-hal yang berkaitan dengan pengenalan budaya seni wayang dapat dimasukkan ke dalam kurikulum disekolah-sekolah mulai dari SD,SMP, dan SMA. Suatu perkembangan yang menggembirakan bahwa Filsafat Wayang saat ini sudah menjadi disiplin ilmu baru dan diajarkan di Fak Filsafat UGM Jogjakarta. Kalau ditingkat perguruan tinggi Filsafat Wayang diajarkan maka lebih penting lagi dan mendesak untuk mengajarkan wayang di pendidikan tingkat dibawahnya.
PEPADI dan masyarakat pecinta wayang sangat berterima kasih kepada Bank Indonesia yang telah mendukung dan menfasilitasi penyelenggaraan Festival Dalang Bocah 2011 di Museum Bank Indonesia.
Seperti dikatakan oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia Bapak Ardhayadi, bahwa Museum Bank Indonesia mempunyai misi memberi pendidikan kepada masyarakat generasi bangsa dengan menyediakan dan menyampaikan tentang sejarah bank sentral sebagai Bankers Bank. Didirikannya Museum BI juga terkait dengan kepedulian melestarikan, memelihara dan memanfaatkan warisan budaya (Heritage), BI tetap mempertahankan dan memelihara bangunan-bangunan yang mempunyai nilai sejarah seperti Gedung Museum BI - Kota, Gedung BI - Thamrin dan Gedung-gedung Kantor BI di daerah dan banyak lagi Gedung-gedung BI didaerah-daerah yang dipertahankan keberadaannya. Deputi Gubernur BI Bapak Ardhayadi juga mengatakan bahwa BI telah lama mempergunakan media wayang sebagai upaya sosialisasi program menangkal uang palsu didaerah-daerah sejak tahun 2007. Hingga sekarang sudah merambah ke 26 kota di Pulau Jawa dan Luar Jawa termasuk Bali, Nusa Tenggara Barat dan Sumatera. Hasilnya sangat positif untuk mencegah beredarnya uang palsu. Bank Indonesia juga telah menggunakan wayang untuk pendidikan leadership bagi pejabat-pejabat BI dengan mengadakan pergelaran wayang dimana melalui dalang diuraikan makna serta perilaku dalam kepemimpinan. Beliau juga mengharapkan agar upaya pelestarian budaya utamanya Wayang Indonesia juga dapat memperoleh dukungan dari dunia perbankan.

Festival Dalang Bocah Tingkat Nasional 2011 juga mendapatkan dukungan dari Wakil Presiden RI berupa bantuan dana pendidikan bagi semua peserta sebesar Rp. 2,5 juta dan piala Wakil Presiden bagi peraih nilai tertinggi.

Diharapkan Festival Dalang Bocah dan Festival Dalang Remaja yang diselenggarakan oleh PEPADI secara rutin berkesinambungan dapat terselenggara.

KETUA PEPADI PUSAT

TTD
EKOTJIPTO

SAMBUTAN KETUA PANITIA FESTIVAL DALANG BOCAH TINGKAT NASIONAL TH 2011 DI JAKARTA

Dengan hormat,
Assalamu ‘alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh.
Salam Damai dan Sejahtera untuk kita semua.

Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan Rahmat dan HidayahNya, sehingga pada saat ini kita masih dikarunia nikmat sehat wal’afiat.

Pertama-tama Kami sampaikan salam hormat dan ucapan terimakasih kepada PEPADI PUSAT dan SENAWANGI yang telah memberikan pengarahan serta dukungan, baik yang berupa moril dan materil.

Juga kami sampaikan terimakasih kepada Pimpinan/Pengurus Museum BI, yang telah berkenan dalam memberikan segala fasilitas yang kami perlukan.
Kami ucapkan terimakasih juga kepada segenap Panitia FDB, yang telah bekerja keras dengan penuh semangat dan perjuangan, sehingga Festival Dalang Bocah Tingkat Nasional TH 2011 di Jakarta ini, dapat segera terwujud.

Kami juga sangat berterimakasih kepada para pendukung acara ini, baik dari kalangan PerBankan, Para Sponsor dan Para Donatur yang telah ikut berpartisipasi demi terlaksananya Festival Dalang Bocah ini.

Juga kami ucapkan terimakasih kepada Pengurus PEPADI Propinsi di Wilayah Indonesia yang telah berkenan mengirimkan para Dalang Bocah di wilayahnya sebagai peserta FDB, sehingga nantinya acara ini akan semakin bertambah semarak/meriah.

Festival Dalang Bocah Tingkat Nasional TH 2011 di Jakarta ini, diikuti oleh 22 Dalang Bocah Unggulan dari 10 Propinsi di berbagai wilayah di Indonesia.
Festival Dalang Bocah ini merupakan ajang silaturahmi di antara para Dalang Anak-anak diberbagai Nusantara yang bertepatan dengan Peringatan Hari Anak Nasional Indonesia.
Dalam FDB ini, diharapkan agar para Dalang Anak-Anak saling mengenal satu sama lain dan saling menambah wawasan dan pola pikir serta pengalaman di bidang Pedalangan.
Festival Dalang Bocah juga mempunyai peran dan arti penting dalam rangka pelestarian seni tradisional wayang, terutama memelihara kelangsungan regenerasi seniman pedalangan, memberikan motivasi dan membangkitkan kreatifitas serta kecintaan Anak-anak Indonesia terhadap Seni Pedalangan dan Pewayangan.

Dalam menyongsong acara FDB, terlebih dahulu akan diselenggarakan Acara Wayang Kids Carnival, yang merupakan Pergelaran Pre Event dengan berisi Bazar, Pameran, Lomba Fotografi, Pergelaran Wayang Kulit Purwa, Pergelaran Wayang Golek Cepak, Talk Show, Reog Ponorogo dan Workshop Pembuatan Wayang Karton. Acara Wayang Kids Carnival bertujuan agar anak-anak dan masyarakat bisa menyaksikan dan mengenal secara langsung dari segala jenis seni budaya yang dipergelarkan. Selain itu juga dapat menumbuhkan pola pikir dan wawasan untuk membentuk SDM pada Anak-anak.

Kami atas nama Panitia FDB dan Wayang Kids Carnival mohon doa restu kepada Para Sesepuh, Bapak-Bapak, Ibu-Ibu dan Para Simpatisan Wayang, semoga Wayang Kids Carnival dan FDB ini dapat terlaksana dengan baik, sesuai dengan yang kita rencanakan.
Kami sangat menyadari, bahwa masih banyak kekurangan yang perlu untuk disempurnakan. Kritik dan saran selalu kami harapkan.

Atas segala kekurangannya, kami mohon untuk dibukakan pintu maaf yang sebesar-besarnya.
Terimakasih.

Akhirul Kalam, Waasalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarokatuh.

Jakarta, 19 Juli 2011
Ketua

ASMAN BUDI PRAYITNO

Senin, 26 Juli 2010

Ki Bambang Asmoro Akan Gelar Baratayudha Sari Kudup Palwaga

HARTA...TAHTA...WANITA... masih membelenggu sebagian besar manusia. Untuk mendapatkan dan mempertahankan hal tersebut menghalalkan segala cara yang terpenting kemauan terlaksana meski membawa resiko dan korban beribu-ribu orang tak berdosa. Fenomena tersebut juga banyak kita jumpai bukan hanya dijagat pakeliran tetapi di jagat terdapat dikehidupan nyata, seputar kita. Mulai dari Pejabat sampai konglomerat, Politisi sampai si pulan tukang mimpi. Negeri ini telah lama dijajah Dasamuka sehingga ajaranya melekat hampir disetiap pemimpin negeri ini.

KI Bambang Asmoro, akan menggelar lakon Baratayudha sari kudup palwaga. Lakon ini sejatinya menceriterakan tentang peperangan antara para wanara (kera) dengan para raseksa. Biasanya yang lumrah kita dengar dengan "Brubuh Ngalengka". Pementasan kali ini dalam rangka ikut memeriahkan Festival Wayang Nasional yang diselengarakan oleh Musium Wayang Jakarta. Digelar pada malam hari di palataran Musium Fatahilah, depan Musium Wayang Jakarta Kota.

Pergelaran akan menampilkan wayang purwa gagrak Surakarta, Yogyakarta, Banyumas,juga menampilkan wayang Bali, wayang Golek Sunda, wayang Betawi.



tidak seperti biasanya, Ki Bambang Asmoro sendiri kali ini tidak menampilkan garapan yang aneh-aneh tetapi fokus pada penggarapan lakon. Dengan referensi dari beberapa sumber dan pengalaman menonton dalang -dalang sepuh, Bambang mencoba untuk meramu dalam sajian ringkas dengan sanggit-sanggit kekinian. Bambang tak berharap banyak dari pementasan ini, sebab pengrawit, waranggana dan peralatan disiapkan panitia dan tidak ada kesempatan untuk latihan, paling tidak untuk menata iringannya. dengan nada datar Bambang berseloroh;

"Yo wis ...digelar sagaduking nalar wae" (di gelar sekemampuan nalar)
 katanya.

Sekemampuan nalar Dalang, pengrawit, sinden dan kemampuan penonton untuk mengapresiasi tentunya. Meski demikian pagelaran ini sayang jika dilewatkan begitu saja, karena Dalang lintas gaya akan tampil selama Festival berlangsung.

sekedar diketahui acara akan dimulai pada:

tgl 1 Agustus 2010 jam 10.00 WIB. menampilkan wayang Betawi Sukarla. (lakon:..............)

tgl 1 Agustus 2010 jam 21.99 WIB menampilkan wayang kulit purwa gy. surakarta ;
Nyi Rumiati Ajang Mas main 2 layar dgn Ki Purbo Asmoro (Lakon Pancali Karmawibangga - Duryudana Gugur)

tgl 2 Agustus 2010 jam 21.oo WIB menampilkan Wayang kulit purwa gy.Yogyakarta:
Ki Reki Putut Sugianto (Lakon: Rama Gandrun) dan Ki Gunarto guna Talijendra (lakon Anoman duta)

Tgl 3 Agustus 2010 jam 21.oo WIB menampilkan wayang kulit Purwa Gy.Surakarta:
Ki Bambang asmoro (lokon: Rama Tambak - Brubuh Ngalengka) dan Ki Parwoto gy. Banyumasan (Lakon: Togog Mantu).

Tgl 4 Agustus 2010 jam 21.oo WIB menampilkan Apep Hudaya (lakon: Dewa Nurcahya)

Tgl 5 Agustus 2010 jam 20.00 WIB menampilkan Ki I Ketut Muada (Lakon: Tualen dadi Caru).


SINOPSIS BRUBUH NGALENGKA
(Bratayuda Sari Kudup Palwaga)

Di bukit Mangliawan tiba-tiba ribuan kera berteriak riang. Melihat mega -mega merah muda berarak -arak di balik bulan. Bulan berseri mandi cahaya matahari. Bulan dinanti seribu hari, meski terbenam baru sehari. Hari-hari yang ditungu akhir nya tiba jua. Perintah menyeberang ke alengka disambut dengan gembira penuh kegagahan dalam diri para kera. Tambak sudah terbentang luas hasil jerih payah bersama dalam pola kerja penuh kebersamaan. Namun prajineman Alengka Yuyurumpung telah menggerogoti tambak dari dasar samodra. Anoman denga sigap memerintahkan kapi kingkin untuk membereskannya.

Perjalanan menuju alengka tidak mulus. Baru paroh tambak yang dilalui, sabregada prajurit Alengka yang dipimpin Sarpakenaka tanpa sepengetahuan Dasamuka tiba-tiba menyerang tanpa ampun. Dengan kesaktiannya ribuan kera ditawan dalam kemben. Anoman dengan rayuannya pura-pura bercinta dengan Sarpakenaka, sehingga ia lengah dan Sarpakenaka mati ditangan Anoman. Balatentera wanara berhasil memasuki gerbang Alengka. Banyak raseksa yang tewas termasuk senopati gul-agul, seperti Prahastha, Aswani Kumba- Kumba Aswani.

Sepeninngal Prahastha Dasamuka kebingungan, ketika tidak sengaja tertidur di pekuburan kakeknya Sumali, ia mimpi ketemu Sumali dan diwejang berbagai hal menuju kebaikan Alengka. Bangun dari tidur ternyata Indrajit sudah menghadap. Indrajit diperintahkan untuk membangunkan kumbakarna yang tidur di Gunung Goh Karna. Berhasil Indrajit membawa pulang Kumbakarna. Di Alengka makanan kesukaan Kumbakarna telah tersedia, dengan lahapnya Kumbakarna menyantap semua makanan sampai ludes. Ia mau berperang hanya karena membela negara. Dan Kumbakarna Gugur di medan laga dengan sangat mengenaskan.

Di Mangliawan Rama merasa ragu-ragu apa yang ia hadapi termasuk cintanya kepada Sinta. Haruskah ia melibatkan pribuan para kera bermandikan darah untuk merebut Sinta? Keragu-raguan itu akhirnya dipatahkan oleh Lesamana adik tercitanya dan semar sang pamomong.

Rahwana marah bukan kepalang melihat kekalahan di pihak Alengka, selama ini tiada manusia bahkan dewa yang mampu mengalahkannnya. Tapi kenapa kali ini ia harus kalah hanya dengan para kera.

Indrajit maju dengan gagah berani, di apit oleh putra alengka lainya. Nagapasa senjata andalan banyak menelan korban. Tetapi para putra Alengka akhirnya gugur di medan laga.

Bagaimana dengan Rahwana?,,,,,,dapatkah Sinta bersatu kembali dengan Rama? Simak secara cermat pergelaran Ki Bambang Asmoro dengan garapan sanggit-sanggit yang menggigit.

Senin, 25 Januari 2010

Taman Mawar: Tentang Dhalang Bambang, Dhalang Wawan



Sebuah catatan yang tertunda.(oleh: Iskak wijaya)

Bayangkan jika suatu hari Anda diundang untuk mengunjungi sebuah taman mawar. Jika Anda seorang penikmat mawar, apa yang terbayang dalam benak? Kemasyukan dan gairah barangkali. Membayangkan dan bakal mencium aroma mawar merah di taman sangat luas, di tengah-tengah kembang yang sejenis! Apa Anda sadar bahwa untuk hadir di sana, di tengah kemerahan itu, Anda tidak mesti mengenakan warna merah?

Apa yang terjadi ketika Anda keliru? Ternyata taman mawar itu menyuguhi Anda dengan kelopak bajunya yang tidak hanya merah? Melainkan kuning, putih, biru dan – anehnya – ada yang belang-belang?

Bagi seorang penikmat tulen mawar merah akan bertanya-tanya. Siapa yang memungkinkan warna-warna yang menelikung sumber aslinya itu? Gerangan apa yang dimaui yang pencipta keragaman itu?

Bagi yang tidak puas, warna selain merah bagi sang mawar merupakan ketidakmungkinan. Wujud yang bukan diadakan, melainkan diada-adakan; sebuah anti-kemapanan, anti-selera, dan tentu saja jahil. Pertanyaan lain: siapa sosok perancang dan pencipta mawar-bukan-merah itu? Bagi seorang yang sedang kasmaran bisa jadi bertanya: apa hebatnya mawar biru kala sang pecinta ingin mengirimkan tanda tulus pada kekasih? Merah lebih pas, lebih beraksi, lebih asli.

Hadir dalam sebuah taman mirip kehadiran dalam sebuah pementasan, sebuah pagelaran. Namun di luar itu semua, jika sang penikmat cukup jeli, ia akan mempertanyakan tanggung jawab sang juru taman yang menciptakan keanekaan itu. Bertemuanya gagasan tradisi mawar merah dan mawar-bukan-merah karena ada unsur lain: ada peran konsep penataan kontemporer, tata cahaya untuk memuaskan mata secara modern, wilayah-wilayah yang disatukan sekaligus untuk memisahkan yang tradisi dan bukan-tradisi, serta aspek kekuasaan yang memiliki kewenangan sah dari sang juru taman, tidak lain sang dhalang.

Pagelaran taman wayang: dengan warna gagrag Surakarta, warna Sunda, warna Teater, warna musik kekinian, semua itu sepenuhnya adalah bagian dari keseluruhan yang sejenis: taman wayang itu sendiri. Sama dengan mawar-bukan-merah, ini merupakan teknik perekayasaan. Dan sebuah tampilan memang menjadi wakil dari rekayasa kebudayaan, rekayasa nalar, dan yang sangat penting – seringkali ini agak dilupakan – adalah rekayasa tanggungjawab.

Jika sang penikmat (penonton, penghayat, penggemar, penggembira) sepenuhnya mengafirmasi atau menyetujui, malah tidak sepakat sekali pun, maka sang juru rekayasa (seluruh elemen penggagas dan pengusul serta aktor subyek juru taman/dhalang) mesti memiliki alasan atau kerangka fundamental yang kokoh untuk menjelaskan mengapa warna-warna itu menjadi tidak mustahil.

Sebuah teori atau konsep – menurut pandangan yang optimis – akan menjadi semakin kuat dan berakar tatkala ia bersedia berhadapan dengan kritik dan upaya pendongkelan lainnya. Justru konsep atau ide itu akan menjelajah dan mengembara kemana-mana karena ia mampu bertanggungjawab pertama-tama bukan pada penikmat/pemakai melainkan pada dirinya sendiri terlebih dahulu. Dengan demikian, apapun asumsi dari hasrat penciptaan akan membumi dengan sendirinya dan tahan lama, sehingga memungkinkan menjadi tradisi baru. Semangat penerimaan kritik dan pertanggungjawaban ini bukan didasari oleh keinginan konflik antara kedua pihak, tetapi karena ‘uji materi’ secara akademi kehidupan, bukan akademi sekolahan.

Yang demikian itu sesungguhnya menjadi titik pusat bagi sebuah kolaborasi. Dalam pengertian ini kolaborasi bukan bekerjasama karena persamaan melainkan bekerjabeda atas dasar perbedaan. Dua pihak memiliki niatan untuk bergandengan justru karena saling percaya atas perbedaan-perbedaan masing-masing, sementara pada saat bersamaan berkenan untuk dibarengkan.

Taman pagelaran yang sudah lewat, dari sang Dhalang Bambang-Dhalang Wawan untuk Brubuh Alengka telah mewakili perhelatan taman mawar-bukan-merah itu. Karena waktu tak bisa dihentikan, pentas itu juga akan diuji oleh sang waktu. Sedetik setelah gelar usai, yang tersisa tidak lain adalah jejak dan tafsir. Komentar atau analisis sebuah gelar adalah sah secara metodologis. Entah untuk kritik, entah untuk perbaikan, entah untuk apapun. Tapi satu hal yang jelas: tanggungjawab sang juru dhalang adalah mutlak dan ini berlangsung sampai waktu yang entah kapan. Itulah yang tetap dipikul seorang pelaku, figur subyek. Dimanapun.

Akhir kalimat, taman pagelaran akan menunggu untuk diperlakukan siapa saja. Dan secara etis-estetis, seorang dhalang pagelaran mesti siap untuk maju, berhadapan dengan niat baik sang penikmat, penghayat, maupun mereka yang tidak sepakat.

Bahkan jika dalam taman semua mawar adalah merah, setiap mawar tidak pernah sama dengan temannya.