Selasa, 03 Februari 2009

Sandyokolo Kurusetra Sebuah Renungan Darma dan Karma


Pementasan Wayang Kulit Kolaborasi akan di suguhkan Ki Bambang Asmoro di Warung Apresiasi Bulungan pada Tanggal 12 Pebruari 2009 jam19।00 – 21.00 WIB . Pementasan ini di gelar dalam rangka menumbuhkan minat apresiasi generasi muda terhadap wayang. Kemasan semi teatrikal disuguhkan agar wayang tidak monoton dan tampil dengan segar tanpa meninggalkan nilai-nilai luhur dalam wayang.


Dursasana, yang menjaga kelangsungan darma dengan rela dicerca dan dimaki sepanjang hayatnya. Banyak kisah perbuatan tak terpuji Dursasana dalam beberapa lakon, yang di gambarkan dalam pakeliran Ki Bambang Asmoro, antara lain ketika Dursasana meyianyiakan perempuan (Drupadi) dalam lakon Pandhawa Dahu, peristiwa Dursasana membunuh Sarka dan Tarka seorang rakyat jelata “tukang Satang Perahu” dan ketika Dursasana menghina Sri Krisna titisan Bathara dalam lakon Kresna Duta. Dalam lakon ini Dursasana digambarkan bahwa meski telah banyak karma buruk yang telah diperbuat, ia yakin akan terampuni ketika bertobat saat ajal menjemput.

Pertunjukannya sendiri akan diawali oleh Dalang dengan gambaran perang Baratayuda hari ke 12 saat Abimanyu maju ke medan laga, hingga Abimanyu terkena hujan panah dan mati “samyuh” dengan Lesmono putra mahkota Hastina. Untuk memeperlihatkan kebengisan Dursasana, dalam adegan ini kelirkan, Abimanyu yang sedang sekarat masih di pukul dengan Gada hingga terkulai.

Mendengar Abimanyu gugur, Gatutkaca maju ke medan pertempuran, meski hari telah malam. Para Raksasa dari Ngawangga dan Pringodani saling berperang, dan bala tentera Ngawangga banyak yang mati oleh Gatutkaca. Karena suasana gelap Adipati Karna memerintahkan para prajurit awangga untuk menggunalan obor. Dipati karna akhirnya mengeluarkan sanjata pamungkas dan gatutkaca gugur sebagai kesatriya tama.

Mendengar Gatutkaca gugur, Werkudara maju ke medan laga dengan bersenjatakan Gada Rujakpolo membabat semua yang ada di sekitarnya. Dursasana yang sedang melihat-lihat suasana peperangan merasa ngeri dan berbalik arah. Dursasana teringat masa lalu ketika selalu menyengsarakan pandawa.. Lamunannya menerawang jauh hingga saat permainan dhadu.

Adegan berikutnya, gambaran suasana dadhu oleh para pemain (orang) di depan layar hingga Drupadi “ditelanjangi” Dursasana dan Drupadi bersumpah tidak akan “gegelung” jika tidak keramas darahnya Dursasana. Setelah itu Pandawa diceriterakan menjadi orang “buwangan 12 tahun”.

Dikelir dalang, Duryudana dan Dursasana sedang merencanakan akan membunuh pandawa pasca dadu dan Dursasana diperintahkan untuk hal itu. Adegan melompat pada Sarko dan Tarko dua orang penjual jasa penyeberangan, yang diangap bersekongkol dan menutupi keberadaan pandawa. Maka keduannya dibunuh dengan keji oleh Dursasana sebagai “tumbal” kemenangan Korawa kelak pada perang Bartayuda. Sukma Tarko menyumpahi Dursasana jika kelak ia akan mati dengan cara seperti yang dialaminya. Dursasana tidak takut sedikitpun, karena menurutnya ia akan terbebas dari karma jika ia bertobat.

Meski pertunjukannya sendiri hanya 2 jam dan dalam lakon yang serius, tetapi Ki Bambang Asmoro juga akan menyuguhkan suasana riang dengan menampilkan Adegan berikutnya intemezo untuk melepas ketegangan sesaat.

Adegan berikutnya secara garis besar dapat digambarkan sebagai berikut; cuplikan lakon Kresna Duta digambarkan untuk memepertebal karma Dursasana. Dursasana dalam keragu-raguannya juga meminta pendapat kepada Semar, yang kala itu sedang berdiskusi secara serius dengan Togog masalah karma. Dursasana yang salah mengartikan kata-kata Semar, maju ke medan laga untuk berperang melawan Werkudara. Ketika melompat bengawan Cing-cing goling, Dursasana dihambat oleh sukma Tarko dan Sarko sehinga ia bisa di ”jambak” rambutnya, dan selanjutnya mati ditangan Werkudara. Drupadi pun sumpahnya terpenuhi dengan keramas darahnya Dursasana.

Ki Bambang Asmoro yang juga karyawan Depkominfo ini juga menuturkan bahwa, persepsi Dursasana dalam memandang karma dan kematian ternyata salah. Kesalahan cara pandhang Dursasanalah yang berusaha di ketengahkan dalam lakon ini. Antara hitam dan putih masing–masing memiliki kuwajiban yang sama dalam kontek karma dan darma, yang semuannya akan bermuara pada keilahian sesuai apa yang telah dititahkan.

Penari terkenal Elly Luthan juga akan mendukung pergelaran ini dengan menjadi Drupadi sepuh. Sedangkan Drupadi nom (saat permainan dadu) akan diperankan penari muda Santi Dwi Saputri. Selain itu pertunjukan ini didukung beberapa seniman muda terkenal, seperti; Nanag Hape, Tendri , Kiki Dunung, Jangrono Sutrisna, Prapto panuju, Dirman, Yanusa Nugraha, Irwan riyadi dll. Datang dan saksikan. Sayang, jika sekelumit pesan anak muda ibu kota ini untuk dilewatkan begitu saja.(Nn Hape).

Tidak ada komentar: